Khotbah Jum'at Terbaru : MEMAKNAI TAKDIR TUHAN

ألحمدلله الذي هدانالدين الإسلام, وفـضل بني أدم بالعلم والحكم, أشهدأن لإله إلاالله الملك العلام, وأشهدأن محمداعبده ورسوله خيرالخلاءق والأنام. آللهم صل وسلم وبارك علي سيدنا محمدوعلي اله وصحبه وسلم. أمابعد.
فيا أيهاالمسلمون رحمكم الله, إتقواالله حق تقاته ولا تموتن إلآ وأنتم مسلمون


Jamaah Jum’at Rohimakumulloh…..
Mengawali khutbah jum’at hari ini, selaku khatib saya mengajak dan menyerukan segenap jamaah umumnya dan kepada diri saya pribadi khususnya, marilah kita tingkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT dengan jalan berusaha melaksanakan setiap perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Semoga dengan itu kita akan dimasukkan sebagai golongan yang beruntung di dunia dan di akhirat. Aamiin

Jamaah Jum’at Rahimakumullah..
Judul khutbah jum’at hari ini yakni “MEMAKNAI TAKDIR TUHAN”.
Setiap orang dalam hidupnya pasti akan mengalami hal-hal yang dianggap menyenangkan dan akan mengalami hal-hal yang menyedihkan.
Disinilah manusia akan diuji keimannya untuk mempercayai dan mengimani ketetapan atau takdir Allah SWT.
Sebab dengan mengimani takdir Allah, maka seseorang akan menjadikan masa senang dan bahagianya untuk bersyukur serta menjadikan masa derita dan nestapanya untuk bersabar.

Disamping itu dengan mengimani ketetapan Allah, manusia yang telah dikaruniai akal akan dituntut untuk mencari sebab dan melakukan upaya maksimal untuk hasil yang dianggap terbaik baginya, dan akhirnya ketika daya upaya telah dilakukan maka manusia harus siap menerima kenyataan yang telah ditetapkan ketika tidak memperoleh yang sesuai keinginannya.

Rasulullah SAW. bersabda,  yang artinya :
”Bersungguh-sungguhlah engkau dalam melakukan apa yang bermanfaat bagimu.Mintalah pertolongan Allah dan janganlah malas. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau mengatakan seandainya aku berbuat demikian, tentu akan demikian dan demikian, akan tetapi katakanlah,”Ini adalah takdir Allah dan apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi”. Adapun kata seandainya, akan membuka pintu bagi syaitan (agar engkau tidak menerima takdir)”. (HR. Imam Muslim).



Maasyirol Muslimin Rohimakumulloh….
Dari hadits Nabi tadi, sangat jelas diperintahkan agar kita berusaha berbuat untuk hasil yang kita anggap terbaik sebelum menyerahkan segala sesuatunya pada ketetapan dan takdir Allah SWT.

Namun, pada kenyataannya ada sifat buruk yang sering tidak kita sadari yakni bila ada malapetaka atau hal-hal yang tidak menyenangkan, cepat-cepat kita melemparkan penyebabnya kepada takdir dan sebaliknya kita melupakan kata itu saat kita meraih kebahagiaan,

Tentu sikap itu tidak sesuai dengan hadits Nabi SAW tadi serta bertolak belakang firman Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 79 :

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا

Artinya:"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi".

Memang benar, kita tidak dapat melepaskan diri dari takdir Tuhan. Tetapi takdir-Nya tidak hanya satu. Kita diberi kemampuan untuk memilih pelbagai takdir-Nya.

Runtuhnya temboK yang rapuh, atau berjangkitnya wabah penyakit misalnya, merupakan takdir-takdir Allah berdasarkan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya. Sehingga bila seseorang tidak berusaha menghindar darinya pasti akan menerima akibatnya, dan itu adalah takdir.
Tetapi, bila ia menghindar dan luput dari mara-bahaya, maka itupun juga takdir.
Bukankah Allah telah menganugerahi manusia “Irodah Juz’iyyah” berupa akal dan kemampuan untuk memilih?

Oleh karenanya kelirulah seseorang yang hanya mengingat takdir saat terjadi malapetaka. Tetapi lebih keliru lagi yang mempersalahkan takdir untuk malapetaka yang menimpanya.
Dan bagi mereka yang menutupi kesalahan-kesalahannya dengan dalih takdir, maka tidak kecil dosa yang akan mereka dapatkan.
Yakinlah bahwa aAllah SWT. Telah menulis denagn sangat rinci takdir dan ketetapan segala sesuatu di dalam al-Lauh al-Mahfudz. Firman Allah SWT :

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Artinya :”Dan disisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya pula, dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah dan kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz)”. (QS. Al-An’am : 59)

Ma’asyirol Muslimin rohimakumulloh….!
Tidak bisa kita pungkiri bahwa setiap Muslim diwajibkan menyusun rencana dan memiliki target menyangkut kehidupan masa kini dan masa depannya serta berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya.

Tetapi pada saat yang sama, ia harus ingat bahwa system kerja alam raya ini saling berkaitan, yaitu seseorang tidak hidup sendiri. Apa yang dikehendakinya belum tentu dikehendaki pihak lain. Dan di atas semuanya, ada Tuhan pemelihara alam Yang Maha Berkehendak, Yang Maha Bijaksana mengatur semua kepentingan makhluk.  Karenanya kaitkanlah target kita dengan kehendak-Nya.

Firman Allah SWT :

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَاْيۡءٍ إِنِّي فَاعِلٞ ذَٰلِكَ غَدًا 
إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُۚ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلۡ عَسَىٰٓ أَن يَهۡدِيَنِ رَبِّي لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَٰذَا رَشَدٗا

Artinya :”Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu,”Sesungguhnya aku akan mengerjakan hal itu besok pagi”, kecuali dengan menyebut Insyaalloh. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah,”Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”. (QS. Al-Kahfi : 23-24)

Menurut riwayat, asbabunnuzul ayat tersebut adalah ketika beberapa orang Quraisy bertanya kepada Rasulullah SAW. perihal ruh, kisah Ashabul Kahfi dan kisah Dzulkarnain, lalu Nabi menjawab,”Datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan”, dan beliau lupa mengatakan Insyaalloh (jika Allah menghendaki).
Ternyata sampai esok pagi, wahyu Allah tidak turun untuk menceritakan hal-hal tersebut dan Nabi tidak dapat menjawabnya.
Lalu turunlah ayat 23-24 Surat Al-Kahfi tadi sebagai pelajaran kepada Nabi SAW. Allah mengingatkan pula, bilamana Nabi lupa menyebutkan Insyaalloh, haruslah menyebutkannya kemudian.

Semoga Allah SWT. Senantiasa memberikan pertolongan dan petunjuk-Nya kepada kita sekalian sehingga kita mampu memaksimalkan”Irodah Juz’iyyah” kita untuk kebaikan kita serta kita diberikan sifat ridho dalam menerima segala ketetapan-Nya. Amiin.

 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ