Pernikahan Dini : Kadang Tidak Diinginkan, Tapi Kadang Diperlukan

Pojok Islam - Menikah di usia dini atau remaja, merupakan sebuah fenmena yang bisa memancing pro kontra dalam masyarakat. Ada yang sinis dan menolak tapi ada juga yag mendukung.
Beberapa waktu lalu sempat ramai diperbincangkan pernikahan Muhamad Alvin Faiz, putra dari KH. M. Arifin Ilham yang masih berusia 17 tahun. Ada yang mempertanyakan dengan nada keraguan namun ada juga yang mengacungi jempol tanda setuju dan salut dengan alasan yang dikemukakan oleh Alvin.
Artinya jika melihat kasus ini dan banyak kasus lainnya, disatu sisi ada kelompok masyarakat yang menganggap pernikahan dini kadang diperlukan, namun ada juga yang tidak menginginkannya.

Pernikahan dini: kadang diperlukan, kadang tidak diinginkan

Jika mengacu pada UU-Perkawinan No.  I tahun 1974 pasal 7, usia minimal boleh menikah bagi pria adalah 19 tahun dan 16 tahun bagi wanita. Artinya, yang disebut nikah dini adalah pernikahan yang usia mempelai adalah dibawah 19 tahun bagi pria dan dibawah 16 tahun bagi wanita.

Mengenai pernikahan di usia ini itu, ada yang mereaksi dengan kekhawatiran. Alasan mereka antara lain :
  1. Ketidak-siapan mental pengantin sehingga diperjalanan rumah tangganya mudah timbul keretakan bahkan perceraian.
  2. Kehamilan yang tidak diinginkan.
  3. Ketergantungan ekonomi kepada orangtua karena belum mampu mandiri.
  4. Ketidak siapan untuk menjadi ayah atau ibu.
  5. Mengganggu atau bahkan dapat memutus/menghentikan kelangsungan pendidikan, dan alasan lainnya.

Sebaliknya ada pula yang mendukung bahkan menganjurkan pernikahan dini digalakkan.
Salah satu alasan utamanya adalah untuk menghindari hubungan seks pra-nikah yang tidak bisa dipungkiri lagi saat ini telah banyak dilakukan oleh pemuda-pemudi kita.

Menurut para pendukung pernikhan dini, faktor kesiapan mental untuk menikah bukan tergantung usia. menikah juga bukan poenghalang seseorang mencapai prestasi dalam pendidikan.
Bahkan, menikah diusia dini akan mempercepat proses aktualisasi diri seseorang.

Lalu bagaimana dalam pandangan Islam tentang nikah diusia dini?
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda :

"Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalin mampu biaya menikah, maka kawinlah. Karena sesungguhnya kawin itu lebih menutup pandangan dan lebih menjaga terhadap kemaluan. Barangsiapa tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa. Sesungguhnya puasa baginya adalah pengekang syahwat." (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Mas'ud)

Artinya, sebagai antisiapasi moral, Rasulullah SAW menganjurkan kepada para pemuda untuk segera menikah, apabila faktor ekonominya mendukung.
Dalam Syarh an-Nawawi 'ala Shahih Muslim, Imam Nawawi menyatakan bahwa yang dimaksud pemuda adalah orang yang telah baligh dan usianya belum mencapai 30 tahun.
Gampangnya, usia nikah yang dianjurkan untuk lelaki adalah usia antara 15-30 tahun.

Jadi dalam memandang masalah pernikahan dini, Islam tidak serta merta menganjurkan. Rasulullah SAW memberi patokan: bila mampu secara finansial (biaya). 
Sementara, pandangan masyarakat pada umumnya memandang sinis pernikahan dini tidak hanya dari segi ekonomi, tapi juga psikologi, kesehatan dan pendidikan.
Walhasil, persoalan nikah dini sebaiknya tidak dipukul rata. Artinya jangan dipandang baik semua dan jangan dipandang buruk semua.
Masing-masing kasus memiliki motif dan latar belakang berbeda.

Dan yang perlu menjadi catatan dan bahan pemikiran adalah :
  • Pernikahan dini diperlukan sebagai solusi mengatasi budaya seks bebas yang sudah pada taraf sangat mengkhawatirkan saat ini.
  • Pernikahan dini bukan satu-satunya solusi mengatasi budaya seks bebas. Ada solusi lain berupa pendidikan agama yang selalu ditanamkan, lingkungan yang kondusif serta pengawasan orang tua yang  maksimal.
  • Usia bukan faktor mutlak mengukur kesiapan mental seseorang untuk menikah. Kesiapan juga dipengaruhi oleh faktor budaya, ekonomi, pendidikan, psikologi dan faktor-faktor lain.
  • Idealnya, "pengantin kecil" tidak perlu terjadi kecuali jika terdapat pertimbangan moral yang mestinya harus lebih didahulukan dibanding pertimbangan-pertimbangan lainnya.