Kisah Islami : TA'ARUF DARI BALIK JENDELA ALA DESA PEGAYAMAN BALI

Pojok Islam - Ketertarikan kepada lain jenis adalah wajar dan manusiawi. Ini juga sunnatulloh yang tak bisa dihindari. Yang tidak wajar dan tidak manusiawi adalah jika tertarik kepada sesama jenis atau malah mati rasa sama sekali. hehehe...
Saya ingin bercerita sebuah tradisi ta'aruf dari balik jendela ala di Desa leluhur saya Desa Pegayaman Bali, tepatnya terletak di wilayah Kecamatan Sukadasada Kabupaten Buleleng.
Ini kisah nyata dan merupakan pengalaman pribadi saya. Barangkali juga pengalaman pribadi saudara-saudara saya yang hidup dan dibesarkan di Desa Muslim Pegayaman Bali.


Biasanya ketertarikan pada seorang wanita (naksir), diawali dengan pertemuan sepintas dalam acara-acara di kampung. Acara tahunan terbesar di Pegayaman adalah peringatan Maulid Nabi yang di adakan mulai tanggal 8, 11 dan puncaknya tanggal 12 Rabi'ul Awal tiap tahunnya.
Tidak seperti anak muda saat ini umumnya yang menyatakan cinta dengan main tembak langsung kepada si wanitanya.
Di Pegayaman, proses pendekatan dilakukan dengan cara "kirim salam" dulu kepada si wanita lewat orang terdekatnya.

Saya sendiri dulu  kirim salam lewat sepupu saya yang merupakan teman dekat wanita itu.
Jika si wanita mengatakan sudah ada lelaki yang mendekatinya, jangan langsung menyerah, masih tetap ada peluang..!! 
Kita akan intai dan lihat dulu bebet dan bobot lelak itu. Karena seorang lelaki yang lebih dulu dekat dengan seorang wanita, ketika dia  tahu ada lelaki lain yang mendekati "wanita pujaannya", dia juga akan mencari tahu bibit dan bobot "si lelaki baru" itu.

Jika dia merasa akan kalah saing (faktor keilmuan atau status sosial), dia akan mundur teratur.
Namun terkadang ada juga lelaki yang pantang mundur dan tetap bersaing merebut hati si wanita. Persaingan ini disebut dengan istilah "Mebandung".

Kembali ke masalah ta'aruf ala Pegayaman, biasanya ada 2 tradisi nganggur (wakuncar) yang sudah jamak di sana:
  • Nganggur dengan cara "ngelendok" (bercengkrama dari balik jendela).Sepintas aneh ya, tapi itulah realitanya dulu. Pada malam-malam yang telah disepakati si lelaki akan berkunjung kerumah si wanita, berbincang-bincang, bercengkrama dan sedikit merayu. Si lelaki ada di sisi luar jendela, sedang si wanita ada di dalam rumah. Cengkrama pun dilakukan dengan setengah berbisik-bisik. Biasanya hal ini dilakukan bisa jadi karena belum mendapat lampu hijau dari orang tua wanita, kurang disetujui atau orang tua wanita belum kenal dengan si lelaki.
  • Nganggur dengan bertemu muka langsung dengan si wanita. Biasanya dilakukan jika ortu si wanita telah memberi lampu hijau, orang tua si wanita  sudah kenal dengan si lelaki dan keluarganya atau telah setuju dengan pilihan hati putrinya. Namun, pertemuan langsung ini jangan dibayangkan seperti wakuncar anak muda sekarang ini yang terkadang bebas sebebas-bebasnya.                                                                                                                                      Di Pegayaman, pertemuan langsung (wakuncar) antara seorang lelaki dengan seorang wanita dilakukan diruang tamu/di dalam rumah dan selalu ada orang ke-tiga yang menemani si wanita. Terkadang saudarinya, seorang temannya, atau bahkan tidak jarang ayahnya langsung yang jadi orang ketiga menemani pertemuan itu.


Kedengarannya aneh, tapi kalau difikir lebih dalam justru tradisi "wakuncar" seperti ini jauh lebih baik ketimbang wakuncar model sekarang yang kalau  lepas kontrol malah bisa terjatuh pada jurang dosa dan maksiat.
Adanya orang ketiga yang menemani "pertemuan" dua orang atau adanya penghalang/hijab, justru akan meminimalisir hadirnya syetan dalam pertemuan itu.

Pertanyaannya, masih adakah kini tradisi "nganggur" atau ta'aruf dari balik jendela ala Desa Pegayaman" ini?
Jangan-jangan malah sudah luruh larut pula dalam derasnya modernisasi.
Semoga saja tidak..!!