Khotbah Jum'at Terbaru : HAKIKAT RASA MALU DAN BUAHNYA

 إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ؛ مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ ، وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ ، وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ جَلَّ فِي عُلَاهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ، وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الدِّيْنِ العَظِيْمِ اَلَّذِيْ رَضِيَهُ جَلَّ وَعَلَا لِعِبَادِهِ وَلَا يَرْضَى لَهُمْ دِيْنًا سِوَاهُ، وَسَلُوْهُ جَلَّ فِي عُلَاهُ اَلثَّبَاتِ عَلَى الْحَقِّ وَالهُدَىْ فَإِنَّ الأُمُوْرَ بِيَدِهِ جَلَّ وَعَلَا يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ وَيُثْبِّتُ مَنْ يَشَاءُ عَلَى صِرَاطٍ مُسْ
Hadirin jamaah jum'at rahimakumulloh
Mengawali khotbah jum'at hari ini, maka selaku khatib saya mengajak dan menyerukan kepadan segenap jamaah untuk marilah kita meningkatkan kadar keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan berupaya sekuat tenaga menjauhi larangan-larangan-Nya.

Sebab sebagaimana halnya saat kita berkendaraan di jalan raya, perintah dan larangan Allah adalah bagaikan rambu-rambu lalu lintas yang harus kita patuhi. Rambu-rambu Allah sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW,  bukan dibuat untuk memperlambat atau menghalangi kita, namun justru dengan mematuhinya kita akan selamat sampai di tujuan kita. Firman Allah SWT :

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورُ رَّحِيمُُ قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِين

“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan RasulNya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imran: 31-32).

Lalu mari kita fikirkan dengan logika sederhana, jika dalam berlalu lintas saja yang rambu-rambunya dibuat oleh manusia, kita berusaha untuk tidak melanggarnya, bagaimanakah jika kita tidak mematuhi rambu-rambu syariat yang dibuat oleh Dzat Yag Maha Sempurna? Dzat yang bebas dari sifat pelupa, egois, dan sifat-sifat kekuarangan lainnya.
Apalagi rambu-rambu tersebut tidak hanya mengatur kehidupan dunia saja, namun lebih jauh kepada kehidupan yang lebih panjang dan abadi yakni kehidupan akhirat.



Hadirin sidang jum'at rahimakumullah
Kuat atau lemahnya iman seseorang dapat tercermin dari perilaku akhlaknya. Karena iman yang kuat akan mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah akan mewujudkan akhlak yang kurang terpuji yang dapat merugikan diri sendiri bahkan orang lain.
Rasulullah SAW memberikan definisi iman dengan satu batasan bahwa iman adalah,"Keyakinan yang kuat dalam hati, yang dinyatakan dengan lisan dan di-ejawantahkan dengan perbuatan."

Selanjutnya beliau bersabda :

 الإيمان بضع وسبعون، أو بضع وستّون شعبة، فأفضلها قول لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق، والحياء شعبة من الإيمان
,
"Cabang-cabang iman terbagi kepada 77 cabang, maka cabang iman yang paling utama adalah pernyataan tiada tuhan selain Allah dan cabang iman yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Sedang malu adalah termasuk cabangnya iman."

Lebih jauh apabila kita renungkan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat berkaitan erat dengan iman sehingga boleh dikatakan tiap-tiap orang yang beriman pastilah ia seorang pemalu dan tiap orang yang tidak punya rasa malu patutlah dipertanyakan keimanannya.
Sabda rasulullah SAW yang artinya:
"Rasa malu dan iman terpaut menjadi satu, maka bilamana hilang/lenyap salah satunya hilang pulalah yang lainnya." (HR. Imam ath-Thabrani)

Hadirin sidang jum'at rahimakumullah
Kata malu menurut syariat adalah suatu perilaku yang timbul karena ingin menjauhkan kejelekan serta tidak ingin mengurangi hak-hak orang lain.
Namun ada pula yang memberikan definisi rasa malu dari segi kejiwaan. Malu diartikan sebagai bagian dari kekuatan hidup dalam diri seseorang yang apabila berkurang maka itu pertanda matinya hati dan jiwa.

Bagi kaum sufi, ajaran Islam tentang sifat malu senantiasa dijadikan landasan etika dalam membentuk pribadi yang berakhlakul karimah, sebab dengan memiliki sifat malu seseorang akan memperoleh banyak kebaikan dan bisa menjembataninya meraih peningkatan derajat di sisi Allah SWT.

Jamaah jumat rahimakumullah
Oleh para ahli sufi, malu dibagi menjadi 3 bagian yakni : malu kepada Allah, malu kepada sesama manusia dan malu kepada diri sendiri.
Malu kepada Allah dengan jalan melaksanakan perintah-perinyah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Berkenaan dengan ini Rasulullah SAW bersabda :

"Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu, barangsiapa malu kepada Allah maka hendaklah menjaga kepala dan segala sesuatu yang disadari, menjaga perut dan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya, mengingat mati dan siksaannya. Barangsiapa menginginkan kehidupan akhirat hendaklah ia meninggalkan kebiasaan hidup duniawi dan barangsiapa melakukan hal itu maka sesungguhnya ia telah bersikap malu terhadap Allah dengan sebenar-benarnya malu." (Muttafaq 'alaih)

Kemudian malu kepada sesama manusia dengan cara berupaya semaksimal mungkin untuk tidak menyakiti orang lain. Sedang malu terhadap diri sendiri dengan jalan menjaga marwah dan kehormatan diri untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela.

Jika ketiga faktor di atas mampu kita jalankan, maka faktor-faktor yang menimbulkan kebaikan pada diri kita telah menjadi sempurna dan akan mengikis faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan perbuatan tidak terpuji.

Mudah-mudahan rasa malu bukanlah kemalasan untuk berbuat sesuatu, tapi memang benar-benar upaya untuk menjaga dan mengatur hati dan jiwa dari hal-hal buruk.
Bukan pula rasa malu yang mengekang kreatifitas atau memasung keinginan untuk maju, tapi malu yang penggunaannya tetap dalam koridor dan bingkai syariat.

Akhirnya, mari kita memohon kepada Allah SWT agar kita selalu diberikan ridha-Nya. Semoga kita tetap dalam lindungan dan bimbingan-Nya serta dijauhkannya kita dari hal-hal negatif yang dapat memantik murka-Nya. Aamiin.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ