Pojok Islam - Berikut ini adalah sebuah kisah yang mungkin pernah ada dan terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari :
Suatu hari, seorang bapak bergegas menuju masjid untuk melaksanakan sholat Jumat.
Di depan gerbang masjid duduk seorang kakek menengadahkan tangan guna mengharap belas kasihan dari jamaah. Melihat si kakek, bapak itu kontan saja merogoh sakunya mencari lembar uang yang bisa disedekahkan.
Beberapa saat sang bapak sibuk menyeleksi uang disakunya. Apakah dia akan memberikan lembaran uang biru, coklat atau abu-abu?
Otaknya sibuk berfikir. Lembaran uang Gusti Ngurah Rai (50.000) dilewati, Pangeran Diponegoro (5000) dilewati, dan akhirnya pilihannya jatuh pada uang Pangeran Antasri (2.000,-) lalu memberikannya pada si kakek yang cukup lama menengadahkan tangannya.
Si kakek tentu berbahagia karena mendapat sedekah uang Antasari, tapi yang mungkin lebih bahagia adalah si bapak karena lembaran uang biru dan coklatnya selamat dan tetap bertahta manis di sakunya.
Ilutrasi kisah tadi mungkin fiktif, tapi bisa saja pernah terjadi di keseharian dan di sekitar kita.
Ketika kita ingin memberikan sesuatu pada orang lain, biasanya pilihan kita akan jatuh pada sesuatu yang kurang atau tidak begitu kita sukai.
Ketika kita akan memberikan pakaian bekas untuk korban bencana alam misalnya, kita cenderung akan memberikan pakaian yang paling usang, paling lama, paling jarang kita pakai, dan paling-paling yang lainnya, serta bukan sebaliknya.
Padahal dalam surat Ali-Imran ayat 92 dengan sangat jelas Allah SWT berfirman :
"Kalian tidak akan pernah memperoleh pahala kebajian (surga) sebelum kalian menginfaq-kan sebagian dari apa-apa yang paling kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafahkan, Allah akan selalu mengetahui."
Maka jelaslah bagi kita bahwa sekalipun bersedekah dan menginfaq-kan sesuatu adalah hal yang baik dan mendapatkan pahala di sisi Allah, namun kita juga dituntut untuk bisa memberikan sebagian harta yang justru paling kita sukai.
Ini adalah merupakan petunjuk tentang arti sebuah pengorobanan bagi kemaslahatan dan kebahagiaan orang lain, serta pandangan filosofis Islam bahwa harta dunia bukanlah segala-galanya.
Kisah cerita teladan pernah dilakukan oleh sahabaat Rasulullah SAW yang bernama Abu Talhah Ansaari. Sahabat ini memiliki kebun korma terluas di Madinah, dan merupakan aset yang paling ia cintai. Lokasinya tepat berada di depan Masjid Nabi dimana di kebun itu terdapat sumber mata air yang besar. Acapkali Rasulullah memasuki kebun itu dan meneguk air di sana.
Ketika surat Ali-Imran ayat 92 di atas turun kepada Rasululaah, Abu Talhah menghadap Nabi dan berkata,"Kebun ini adalah milikku dan paling aku cintai. Kini aku ingin menginfaq-kannya di jalan Allah."
Nabi menerima infaq Abu Talhah tapi segera mengembalikannya kembali seraya beliau berkata,"Aku terima kebunmu ini dan kini aku kembalikan lagi padamu agar kamu bagi-bagikan untuk kerabat dan familimu."
Ada lagi kisah inspiratif dari Fathimah az-Zahra putri Nabi SAW. yang menghadiahkan pakaian yang dipakainya saat pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, ketika datang seseorang yang memohon pakaian bekas kepada Fathimah..
Mungkin semua kita tahu bahwa menginfaq-kan sesuatu yang paling kita sukai bukanlah perilaku sederhana dan tentu sangat susah, namun sejatinya itulah yang termasuk takaran "birr" (berbuat baik).
Kalau saja hari ini ternyata kita masih belum mampu melaksanakan hal itu, semoga besok atau lusa Allah membukakan hati kita untuk melakukan perilaku yang sangat luhur ini. Aamiin