Pojok Islam - Pernahkah anda melihat tayangan sinetron "Tukang bubur naik haji?" Dalam sinetron itu diceritakan ada satu sosok bernama Haji Muhidin, sosok orang kaya yang gila hormat dan hanya mau dipanggil dengan sebutan Pak Haji dua kali karena telah pergi haji dua kali.
Kisah cerita sinetron tersebut sebagai ilustrasi awal cerita motivasi Islam kali ini tentang haji berkualitas atau haji kuantitas, sebagai sebuah gambaran tentang betapa ajaran Islam adalah sebuah sistem yang saling terkait.
Maka sebagai sebuah sistem, macam dan ragam ajaran Islam yang satu akan mempengaruhi ragam ajaran Islam yang lain, baik dari segi pengamalan maupun sisi mutunya.
Maka sebagai sebuah sistem, macam dan ragam ajaran Islam yang satu akan mempengaruhi ragam ajaran Islam yang lain, baik dari segi pengamalan maupun sisi mutunya.
Misalnya sholat, harus memberikan pengaruh pada seseorang dalam prilakunya seperti membuat ia mampu menjauhi perbuatan keji dan munkar sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an.
Juga puasa misalnya yang akan mampu menumbuhkan rasa empati bagi seseorang terhadap penderitaan kaum dhu'afa.
Sedang dari segi mutu dan bobot, maka sholatnya orang alim yang mempu menjauhkan dirinya dari hal-hal yang haram dan syubhat maupun sholatnya orang kaya yang dermawan lagi ikhlas, tentu mutu dan bobotnya akan melampaui shalatnya seorang durjana yang banyak dosa.
Dan ibadah lainnya bisa juga diqiyaskan (dianalogikan) kepada shalat, misalnya ibadah hajinya orang berilmu, orang yang shaleh dan orang yang keberadaannya bermanfaat bagi orang banyak, tentu mutu dan bobotnya berbeda dengan hajinya orang yang bodoh, fasik atau orang yang keberadaannya hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri.
Khusus dalam masalah ibadah haji, pada kenyataannya kita lihat banyak orang yang hanya mementingkan kuantitas (banyaknya jumlah) dalam berhaji.
Padahal tidak jarang orang yang telah berhaji berkali-kali tapi perilakunya masih ngawur dan seenaknya sendiri. Berkali-kali haji tapi masih senang dengan barang haram dan doyan kemaksiatan.
Ada pula yang sebaliknya, jumlah berhajinya sedikit, mungkin sekali dua kali, tetapi perilakunya bagus dan patut untuk diteladani.
Dalam banyak kisah kasus, kuantitas saja tidak cukup. Harus pula dibarengi dengan mengejar kulitas. Karena tidak sedikit ajaran dan anjuran dalam agama Islam yang memerintahkan agar kita hendaknya mengejar kualitas ibadah haji.
Salah satu contohnya terdapat pada hadits Nabi SAW berikut:
"Diriwayatkan dari Jabir ra., bahwasanya Nabi bersabda,"Haji mabrur itu tidak ada imbalan lain kecuali surga". Sahabat bertanya,"Apa haji mabrur itu ya Rasulullah?". Nabi menjawab,"Memberi makan (pada orang miskin) dan berkata yang bagus". (HR.Ahmad dan Ibnu Khuzaimah)
Dari hadits tadi dapat kita petik sebuah petunjuk Nabi SAW, bahwa haji mabrur atau haji yang diterima Allah adalah ibadah haji yang berhiaskan kebajikan, dimana salah satu kebajikan tersebut diantaranya adalah memberi makan kaum dhu'afa dan berkata-kata yang baik.
Hari-hari ini para tamu Allah memenuhi dua Tanah Haram, Makkah dan Madinah. Semoga mereka bisa meningkatkan frekuensi dan kuantitas ibadah-ibadah yang sunnah. Meski dengan tidak melupakan kualitasnya.
Jangan lantas karena ingin mengejar sholat di Masjidil Haram, sampai bertengkar dan mengumpat orang lain karena berebut air wudhu' contohnya.
Intinya antara kualitas dan kuantitas harus berjalan beriringan. Namun kualitas hendaknya harus didahulukan, jika ada keharusan untuk memilih diantara keduanya.
Haji berkualitas lebih penting dan lebih utama ketimbang haji kuantitas, tetapi jika memungkinkan dan mampu..kita bisa jadi keduanya, yakni haji berkualitas sekaligus haji kuantitas.
Semoga Allah SWT wujudkan impian setiap Muslim untuk menyampaikan kita kepada rumah-Nya guna menyempurnakan rukun Islam kita. Aamiin.