Ada dua hadits Nabi yang runutan peristiwanya hampir sama dan menunjukkan betapa cinta dan perhatian Nabi Muhammad saw. kepada anak-anak begitu besar dan mendalam.
Pertama :
Saat berjamaah bersama para sahabat, Rasulullah mempercepat dua rakaat terakhir. Melihat kejadian ini, para sahabat heran lalu seusai shalat mereka bertanya pada Rasulullah.
Seorang saabat kemudian bertanya,”Apa yang terjadi ya Rasul sampai engkau mempersingkat dua rakaat terakhir?”
Rasulullah kemudian menjawab,”Tidakkah kalian mendengar suara tangisan anak-anak?”
Pada peristiwa kedua, kali ini beliau memanjangkan sujudnya.
Seorang sahabat kemudian berkata,”Kali ini anda memanjangkan sujudmu ya Rasul. Apa yang terjadi? Apakah engkau menerima wahyu?”
Rasulullah kemudian menjawab,”Tidak. Hanya saja putraku tadi menaiki pundakku. Aku enggan bangun (dari sujud) sebelum ia puas bermain.”
Demikian dua peristiwa diantara banyak kejadian menyangkut contoh teladan Nabi SAW tentang cinta dan perhatian pada anak-anak.
Terkadang dalam dunia nyata dijumpai seorang anak yang memiliki orang tua yang kaya dan mampu secara ekonomi, tetapi meski begitu mereka tidak mendapat perhatian maksimal dan perlindungan secara psikis dari orang tuanya, sehingga si anak akhirnya melampiaskan keinginan untuk minta perhatian kepada hal-hal negatif. Ternyata bahwa harta benda dan materi berlimpah bukan jaminan anak-anak akan bahagia.
Dan kadang ada juga orang tua yang atas nama cinta memaksa dan dan mengarahkan anak agar jadi sesuai keinginan orang tuanya, membebaninya dengan beban yang tidak terjangkau oleh mereka bahkan cenderung bertentangan dengan bakat alamiahnya.
Dan dengan bangga kemudian ayah ibunya akan memamerkan kemampuan si anak kepada khalayak umum, meski saat itu si anak berada bukan pada dunianya dan bukan pada usianya.
Kita lihat saja di stasiun-stasiun televisi dalam ajang pencarian bakat menyanyi misalnya, bagaimana seorang anak yang usianya baru 5-7 tahun menyanyikan dengan cukup baik sebuah lagu dewasa yang belum atau tidak pantas ia nyanyikan, sementara si ibu atau ayahnya terharu melihat kemampuan si anak. Ironis bukan..??
Anak bukanlah kelanjutan sifat, profesi atau kepribadian ibu-bapaknya. Mencintainya adalah menumbuh kembangkan bakat dan kepribadiannya atas nama cinta.
Dunia anak adalah dunia penuh tawa riang dan dunia permainan.
Karena itu Rasulullah menekankan pentingnya bermain bersama anak.
“Siapa yang memiliki anak, hendaklah ia bermain bersamanya.”
Atau dalam hadits lain beliau bersabda:
"Siapa yangmenggembirakan hati anaknya maka ia bagaikan memerdekakan budak/hamba sahaya. Siapa yang bergurau untuk menyenangkan hatinya maka ia bagaikan menangis karena takut kepada Allah.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata :
"Rasulullah saw. menjulurkan lidahnya kepada Hasan bin Ali, sehingga Hasan bisa melihat merahnya lidah beliau. Lalu Hasan pun menghampiri beliau."
Rasulullah pun mengajak Aisyah ra. berlpmba-lomba dalam dua peperangan yang diikutinya. Beliau juga menajak anak-anak perempuan tetangganya untuk bermain bersama Aisyah di ruma beliau.
Dunia anak adala dunia permainan...
Karenanya jangan rusak masa bermain anak-anak dengan mekasakan keinginan dan ego orang tua yang belum saatnya mereka rasakan.
Biarkan anak tumbuh alami sesuai usia dan dunianya.
Lantas sudahkah tersedia cukup waktu buat mereka bermain di sekolah, di taman-taman maupun di rumah-rumah kita?
Sudah tersediakah ragam permainan yang mendidik serta sesuai dengan usia mereka?